Kompetisi dalam suatu organisasi seperti perusahaan bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dihindari, bahkan kompetisi sengaja diciptakan oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Bahkan kompetisi menjadi sebuah budaya dalam suatu perusahaan, yang bertujuan untuk mendapatkan hasil kerja yang terbaik dari masing-masing karyawannya. Dengan catatan kompetisi tersebut berjalan dengan baik.
Semangat untuk berkompetisi perusahaan sudah pasti menginginkan karyawannya bekerja seoptimal mungkin. Jika karyawan berada dalam kondisi yang nyaman, mereka umumnya khawatir kalau karyawan hanya memberikan yang baik, bukan yang terbaik yang bisa mereka berikan. Oleh sebab itu, banyak perusahaan memakai berbagai strategi agar karyawan mau mengeluarkan segala daya pikir, kreativitas, dan kerja keras mereka bagi perusahaan. Cara yang umumnya ditempuh adalah dengan memberikan bonus berupa materi atau penghargaan tertentu bagi karyawan teladan yang sudah berkontribusi banyak bagi perusahaan. Dengan strategi seperti ini, diharapkan semua karyawan akan berlomba-lomba untuk berkompetisi menjadi yang terbaik.
Berikut beberapak pengertian kompetisi menurut ahli:
- Hendropuspito (1989)
Kompetisi adalah suatu proses sosial, dimana beberapa orang atau kelompok berusaha mencapai tujuan yang sama dengan cara lebih cepat dan mutu lebih tinggi.
- Soekanto (1990)
Kompetisi adalah suatu proses dimana kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan pada suatu masa tertentu (baik perseorangan atau kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau enggan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.
- Brehn dan Kassin (1993)
Kompetisi merupakan suatu usaha dengan melawan orang lain untuk kepentingan yang lebih besar seseorang dengan mengesampingkan orang lain.
- Anoraga dan Suyati (1995)
Kompetisi merupakan bagian dari konflik, dimana konflik dapat terjadi karena perjuangan individu untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, otoritas dan lainnya, dimana tujuan dari individu yang berkonflik itu tidak hanya untuk memproleh keuntungan, tetapi juga menundukkan saingannya. Pada dasarnya setiap individu menyukai persaingan, siapa saja akan melakukan persaingan terlebih lagi bila individu yang sedang bersaing tersebut memiliki kesempatan untuk menang dalam persaingan tersebut.
Aspek-aspek kompetisi kerja
Menurut Handoko (1992) situasi persaingan dapat diciptakan dimana pun orang berada. Persaingan dapat diadakan dengan diri sendiri ataupun dengan orang lain, maka yang termasuk aspek-aspek kompetisi kerja adalah :
1. Persaingan terhadap diri sendiri
Seseorang akan berusaha lebih keras agar hasil pekerjaannya memuaskan
2. Persaingan dengan orang lain
Individu cenderung ingin lebih keras daripada orang lain dan untuk menaklukan orang lain
Menurut Anjarsari (2002) aspek-aspek kompetisi kerja sebagai berikut :
- Menyamai dengan cara membandingkan prestasi yang telah dicapai oleh orang lain
- Mengungguli atau melebihi prestasi orang lain
- Mendahulukan kepentingan diri sendiri atau mengutamakan kepentingan diri sendiri
Menurut Strauss dan Sayless (1981:150) menyebutkan individu yang mempunyai sifat kompetitif antara lain: adanya kecenderungan untuk selalu ingin bersaing, mengutamakan kepentingan sendiri, kecenderungan untuk ingin menang, serta tidak pernah merasa puas.
Faktor yang Mempengaruhi Kompetisi Kerja
1. Jenis kelamin
Ancok, Faturochman, dan Sutjipto (1988) mengatakan bahwa salah satu penyebab mengapa kemampuan wanita lebih rendah dibanding pria adalah anggapan bahwa sejak kecil, wanita memang lebih rendah dari pria.
Adanya stereotip peran jenis membuat pria lebih kompetitif dibandingkan wanita. Wanita lebih bersifat kooperatif dan kurang kompetitif (Ahlgren,1983). Keadaan ini disebabkan adanya perasaan takut akan sukses yang dimiliki wanita, serta konsekuensi sosial yang negatif yang akan diterima. Bila wanita sukses bersaing dengan pria, mungkin akan merasa kehilangan feminitas, popularitas, takut tidak layak menjadi teman kencan atau pasangan hidup bagi pria, dan takut dikucilkan. Anggapan tersebut juga didukung oleh penelitian Ahlgren dan Johnson bahwa sikap kooperatif lebih tinggi pada wanita sedangkan sikap kompetitif lebih tinggi pada pria (dalam Ahlgren, 1983).
2. Jenis pekerjaan
Gibson (1996) mengatakan bahwa kompetisi akan terjadi pada pekerjaan-pekerjaan dimana terdapat insentif, bonus atau reward. Kompetisi secara luas dapat diterima pada pekerja white collar dan pada pekerja setingkat manajerial, yaitu mereka yang berada pada tahap pekerjaan minimal staf.
3. Tingkat Pendidikan
Liebert dan Neake (1977) berpendapat bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pemilihan pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan tingkat tantangan yang tinggi akan semakin kuat. Harapan-harapan dan ide kreatif akan dituangkan dalam usaha penyelesaian tugas yang sempurna (Caplow, dalam As’ad, 1987). Ide kreatif merupakan simbol aktualisasi diri yang membedakan dirinya dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas serta kualitas hasil.
4. Promosi Karir
Berdasarkan penyelidikan di negara barat, ternyata gaji hanya menduduki urutan ketiga sebagai faktor yang merangsang rang untuk bekerja. Sedangkan faktor utama dalam memotivisir orang dalam bekerja adalah rasa aman dan kesempatan untuk naik pangkat (promosi) dalam pekerjaan (Anoraga, 2001).
Rosenbaum dan turner (Dreher, dkk. 1991) mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman individu pada awal bekerja dimana ia mampu mengalahkan rekan kerjanya dalam perolehan pengetahuan, keahlian, dan informasi, akan memberi dampak positif bagi kecerahan prospek karirnya. Dijelaskan bahwa adanya dukungan dari perusahaan, terutama orang-orang sebagai sponsorship yang memberikan arahan dalam mendorong karyawan untuk lebih berhasil dalam pencapaian karir selanjutnya.
Sponsor atau yang dikenal dengan mentor memberikan informasi tentang arir, kesempatan yang diperoleh dalam usaha pengembangan pribadi, dan memberikan konseling karir bagi mereka (David & Newstrom, 1989).
5. Umur
Gellerman (1987) berpendapat bahwa para pekerja muda pada umumnya mempunyai tingkat harapan dan ambisi yang tinggi. Mereka mempunyai tantangan dalam pekerjaan dan menjadi bosan dengan tugas-tugas rutin. Mereka menjadi tidak puas dengan kedudukan yang kurang berarti. Hal ini juga terjadi pada pekerja usia menengah. Status menjadi sesuatu yang penting. Sebaliknya, diusia lanjut, kompetisi biasanya dielakkan karena menurunya stamina.
6. Sosial Ekonomi
Arnold (Freedman, Sears, & Carlsmith, 1981) berpendapat bahwa adanya bonus yang dibarikan pihak perusahaan bagi mereka yang dianggap berprestasi merupakan tendensi alami untuk berkompetisi. Bonus yang diberikan umumnya berupa uang, dan sangat mempengaruhi keinginan individu untuk berkompetisi meraihnya. Atkinson (Mc. Clelland, 1987) berpendapat bahwa semakin tinggi ganjaran uang, semakin tionggi pula performansi, terutama saat munculnya kesempatan untuk meraih kemenangan.
7. Masa Kerja
Para pekerja usia menengah dengan pengalaman kerja yang cukup, sangat mementingkan status. Pada usia ini sangatlah menentukan apakah mereka akan sukses selanjutnya atau tidak. Kesuksesan diperoleh melalui keinginan berkompetisi dalam pencapaian tujuan, karena pada tingkat usia menengah mereka telah sampai pada tahap pemeliharaan karir. Usaha mempertahankan dan meningkatkan karir dilakukan dengan menunjukan prestasi kerja sebaik-baiknya. Prestasi kerja meningkat dengan dengan sejalan dengan bertambahnya pengalaman dalam penyelesaian tugas (Ghiselli & Brown, 1955; Blum & Nayer, 1968).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keinginan untuk melakukan kompetisi bersifat eksternal dan internal. Jenis kelamin, umur, jemis pekerjaan, tingkat pendidikan, masa kerja, promosi karir, dan keinginan status sosial ekonomi sangat mempengaruhi keinginan seseorang untuk berkompetisi. Perbedaan antara pria dan wanita berdasarkan penelitian merupakan hal yang mendasar yang membedakan keinginan untuk berkompetisi. Karakteristik pribadi yang dimiliki wanita lebih mengarahkan mereka menghindari konflik dan persaingan.