1. Pengertian Penyesuaian Diri
Ada banyak pendapat dari para ahli tentang Penyesuaian diri. Masing-masing dari para ahli tersebut mempunyai definisi yang berbeda-beda. Menurut Schneiders bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Menurut schneiders penyesuaian diri dapat ditinjau dari 3 sudut pandang, yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Menurut Ali dan Asrori menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
Menurut Desmita Penyesuaian diri adalah suatu konstruksi atau bangunan ilmu psikologi yang memiliki arti luas dan komplek serta biasanya melibatkan segala bentuk reaksi individu pada tuntutan dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu sendiri. Dengan arti lain, masalah penyesuaian diri terkait dengan aspek yang menyangkut kepribadian individu dalam berinteraksi dengan lingkungan dalam dan luar dirinya.
2. Aspek-aspek penyesuaian diri
Menurut Atwater (1983) di dalam penyesuaian diri harus dilihat dari tiga aspek yaitu diri kita sendiri, orang lain dan perubahan yang terjadi. Namun pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian sosial. Berikut akan diuraikan mengenai penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.
a. Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian diri ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian diri pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
b. Penyesuaian sosial
Setiap seorang individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka harus patuhi, demi untuk mencapai penyesesaian bagi persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bidang ilmu sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat disekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang inidividu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan.
Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial inidividu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfunngsi seperti pengawasn yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
Schneiders mengemukakan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi enam aspek yaitu sebagai berikut:
- Kontrol terhadap emosi yang berlebihan.
- Mekanisme pertahanan diri yang minimal.
- Frustasi personal yang minimal.
- Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri.
- Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu.
- Sikap realistik dan objektif.
3. Karakteristik penyesuaian diri
Tidak semua individu berhasil dalam menyesuaikan diri dan banyak rintangannya, baik dari dalam maupun dari luar. Beberapa individu ada yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula yang melakukan penyesuaian diri yang salah. Berikut kategori penyesuaian diri secara positif dan penyesuaian diri secara negatif (Sunarto, 2002):
a. Penyesuaian diri secara positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut:
- Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yaitu apabila ketika individu mampu menghadapi suatu masalah yang dihadapi dengan tenang dan tidak menunjukkan ketegangan, misalnya tenang, ramah, senang, dan tidak mudah tersinggung.
- Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi yaitu individu tidak menunjukkan perasaan cemas dan tegang pada situasi tertentu atau situasi yang baru, misalnya percaya diri dan tidak mudah putus asa.
- Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri yaitu individu mampu menunjukkan atau memiliki pilihan yang tepat dan logis, individu mampu menempatkan dan memposisikan diri sesuai dengan norma yang berlaku, misalnya mempertimbangkan dahulu apa yang akan dilakukan dan berhati-hati dalam memutuskan sesuatu.
- Mampu dalam belajar yaitu individu dapat mengikuti pelajaran yang ada di sekolah dan dapat memahami apa yang diperoleh dari hasil belajar, misalnya senang terhadap pelajaran dan berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
- Menghargai pengalaman yaitu individu mampu belajar dari pengalaman sebelumnya, dan individu dapat selektif dalam bersikap apabila menerima pengalaman yang baik atau buruk, misalnya belajar dari pengalaman dan tidak melakukan kesalahan yang sama.
- Bersikap realistik dan objektif yaitu individu dapat bersikap sesuai dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya, tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya, dan bertindak sesuai aturan yang berlaku.
b. Penyesuaian diri secara negatif
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian diri yang salah. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah, yaitu:
1. Reaksi bertahan (defence reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk reaksi bertahan antara lain:
- Rasionalisasi, yaitu suatu usaha bertahan dengan mencari alasan yang masuk akal.
- Represi, yaitu suatu usaha menekan atau melupakan hal yang tidak menyenangkan.
- Proyeksi, yaitu suatu usaha memantulkan ke pihak lain dengan alasan yang tidak dapat diterima.
2. Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya, ia tidak mau menyadari kegagalannya. Reaksi yang muncul antara lain:
- Tidak Senang membantu orang lain
- Menggertak dengan ucapamj atau perbuatan menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka
- Menunjukkan sikap merusak
- Keras kepala
- Balas dendam
- Marah secara sadis
3. Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya. Reaksi yang muncul antara lain:
- Banyak tidur
- Minum-minuman keras
- Pecandu ganja dan narkotika
- Regresi atau kembali pada tingkat perkembangan yang lain