Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian Kinerja Karyawan

1. Pengertian Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian kinerja karyawan atau performance appraisal adalah proses merencanakan, mengorganisasi, menyupervisi, mengontrol dan menilai kinerja. Penilaian kinerja merupakan muara akhir dari manajemen modal manusia (Wirawan 2009 : 2).

Menilai kinerja berarti membandingkan kinerja aktual bawahan dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Jika dikerjakan dengan benar, hal ini akan memberikan manfaat yang penting bagi karyawan, atasan serta departemen SDM dan perusahaan. Atasan atau Supervisor atau manajer menilai kinerja karyawan untuk mengetahui tindakan apa yang sudah dilakukan atau yang akan dilakukan selanjutnya. Umpan balik yang spesifik dari atasan akan memudahkan karyawan untuk membuat perencanaan-perencanaan kerja serta keputusan-keputusan yang lebih efektif untuk kemajuan perusahaan.

Dalam melakukan penilaian kinerja, yang dinilai adalah kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka bekerja bila dibandingkan dengan standar organisasi. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan mengenai penilaian kinerja dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan/diberikan.

 

2. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan

Menurut Riva’i dan Basri (2005 :51), kegunaan atau manfaat hasil penilaian kinerja adalah:
1. Performance Improvement
Performance Improvement berbicara mengenai umpan balik atas kinerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, supervisor, dan spesialis SDM dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja pada waktu yang akan datang.
2. Compensation Adjustment
Penilaian kinerja membantu dalam pengambilan keputusan siapa yang seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada suatu sistem tertentu.
3. Placement Decision
Kegiatan promosi, atau demosi jabatan dapat didasarkan pada kinerja masa lalu dan bersifat antisipatif, seperti dalam bentuk penghargaan terhadap karyawan yang memiliki hasil kinerja baik pada tugastugas sebelumnya.
4. Training and Development Needs
Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan kembali sehingga setiap karyawan hendaknya selalu memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri agar sesuai dengan tuntutan jabatan saat ini.
5. Career Planing & Development
Umpan balik kinerja sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan utamanya tentang karir spesifik dari karyawan, sebagai tahapan untuk pengembangan diri karyawan tersebut.
6. Staffing Process Deficiencies
Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan di departemen SDM.
7. Informational Inaccuracies
Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan adanya kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari sistem manajemen SDM. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan mempekerjakan karyawan, pelatihan dan keputusan konseling.
8. Job Design Error
Kinerja yang buruk mungkin sebagai suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang salah atau kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat didiagnosis kesalahankesalahan tersebut.
9. Feedback to Human Resourches
Kinerja yang baik dan buruk di seluruh perusahaan mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departmen SDM
yang diterapkan.

 

3. Model Penilaian Kinerja
Menurut Wirawan (2009:82) model umum dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kinerja dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1. Model Esai
Model esai adalah metode evaluasi kinerja yang penilainya merumuskan hasil penilaiannya dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kegiatan dan kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai. Model ini menyediakan peluang yang sangat baik untuk melukiskan kinerja ternilai secara terperinci. Pada model ini, sistem evaluasi kinerja menentukan indikator-indikator kinerja yang harus dinilai dan definisi operasional setiap indikator. Penilai hanya membuat esai mengenai indikator-indikator tersebut dan tidak boleh menyimpang dari indikator dan dimensinya. Definisi setiap indikator berisi deskriptor level kinerja setiap dimensi yang menunjukkan kinerja sangat baik sampai sangat buruk untuk setiap dimensi. Esai mengenai kinerja pegawai, antara lain berisi:
a) Persepsi menyeluruh penilai mengenai kinerja ternilai termasuk keunggulan dan kelemahan setiap indikator-indikator kinerja
b) Kemungkinan promosi ternilai
c) Jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan ternilai sekarang
d) Kekuatan dan kelemahan ternilai
e) Kebutuhan pengembangan SDM ternilai

2. Model Critical Incident
Model critical incident adalah kejadian penting yang dilakukan karyawan dalam pelaksanaan tugasnya. Model ini mengharuskan penilai untuk membuat catatan berupa pernyataan yang melukiskan perilaku baik yaitu perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan standar dan perilaku buruk yaitu perilaku yang tidak diterima atau perilaku yang harus dihindari ternilai yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Insiden-insiden dicatat oleh penilai sepanjang periode penilaian kinerja. Pernyataan tersebut juga berisi penjelasan singkat mengenai apa yang terjadi dan apa yang dilakukan karyawan ternilai. Dengan kata lain, setiap hari penilai harus mengobservasi pegawai ternilai dan membuat catatan mengenai indikator kinerjanya yang baik dan yang buruk. Setiap catatan yang baik dan yang buruk mendapatkan nilai tertentu, perilaku yang baik diberi angka positif, sedangkan perilaku yang tidak dapat diterima diberi angka negatif. Pada akhir penilaian, keduanya dijumlahkan dan merupakan kinerja akhir karyawan.

3. Ranking Method
Metode ranking yaitu mengurutkan pegawai yang nilainya tertinggi sampai yang paling rendah. Metode ini dimulai dengan mengobservasi dan menilai kinerja para karyawan, kemudian merangking kinerja mereka.

4. Model Cheklist
Penilaian kinerja model checklist berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, perilaku kerja, atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam metode evaluasi kinerja checklist, penilai mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja atau karakteristik ternilai dan memberikan tanda checklist. Bentuk instrumen checklist beragam. Ada instrumen checklist berbobot, yaitu metode checklist yang mencantumkan bobot nilai untuk setiap indikator kinerja. Proses penilaian metode ini adalah penilai mengobservasi, kemudian memberikan tanda checklist di indikator kinerja yang ada di instrumen. Setiap indikator mempunyai bobot dan jumlah bobot, kemudian dijumlahkan.

5. Model Graphic Rating Scale
Ciri dari model Graphic Rating Scale adalah penilaian kinerja dengan membuat indikator kinerja karyawan beserta definisi singkat. Selain itu, deskriptor level kinerja dikemukakan dalam bentuk skala yang masing-masing mempunyai nilai angka. Dalam metode ini, penilai mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai dan memberi tanda centang atau silang pada skala.

6. Model Forced Distribution
Model penilaian kinerja forced distribution adalah sistem penilaian kinerja yang mengklasifikasikan karyawan menjadi 5 sampai 10 kelompok kurva normal dari yang sangat rendah sampai yang sangat tinggi. Kelompok tersebut, misalnya kelompok I (nilainya sangat rendah) berjumlah 10 %, kelompok II (nilainya rendah) berjumlah 20 %. Kelompok III (nilainya sedang) berjumlah 20 %, kelompok IV (nilainya baik ) berjumlah 20 %, dan kelompok V (nilainya sangat baik) berjumlah 10 %. Penilai semula mengobservasi kinerja ternilai, kemudian memasukkannya ke dalam kelompok karyawan dalam klasifikasi karyawan.

7. Model Forced Choice Scale
Dalam model ini, penilai dipaksa memilih beberapa set dari empat perilaku yang disebut tetrads, perilaku mana yang paling baik melukiskan ternilai dan mana yang paling tidak melukiskan perilakunya. Model forched choices terdiri atas 15 – 50 tetrad bergantung pada level pekerjaan yang dievaluasi dan kompleksitas dan tugas-tugas.

8. Model Behaviorally Anchor Rating
Scale (BARS) Sistem penilaian kinerja model BARS merupakan sistem penilaian yang menggunakan pendekatan perilaku kerja yang menggabungkan pendekatan perilaku kerja yang sering digabungkan dengan sifat pribadi. BARS terdiri atas suatu seri, 5- 10 skala perilaku vertikal untuk setiap indikator kinerja. Untuk setiap dimensi, disusun 5 – 10 anchor, yaitu berupa perilaku yang menunjukkan kinerja untuk setiap dimensi. Anchor- anchor tersebut disusun dari yang nilainya tinggi sampai yang nilainya rendah. Anchor tersebut dapat berupa critical incident yang diperoleh melalui analisa jabatan. Model BARS umumnya disusun oleh suatu tim yang terdiri atas spesialis SDM, manajer, dan pegawai. Tim bertugas mengidentifikasi karakteristik dimensi kinerja dan mengidentifikasi 5 – 10 kejadian khusus untuk setiap dimensi. Kemudian, kejadian khusus tersebut ditelaah dan dinilai oleh anggota tim. Kejadian khusus yang terpilih kemudian ditempatkan dalam skala tinggi sampai skala rendah.

9. Model Behavior Observation Scale (BOS)
Model penilaian kinerja BOS sama dengan BARS. Keduanya didasarkan pada perilaku kerja, perbedaannya, dalam BOS penilai diminta untuk menyatakan berapa kali perilaku tersebut muncul. Penilai mengobservasi perilaku ternilai berdasarkan anchor perilaku yang tersedia, kemudian memberikan cek pada skala deskripsi level kinerja yang tersedia. Selanjutnya, angka pada skala yang di cek dijumlahkan.

10. Model Behavior Expectation Scale (BES)
Ketika merekrut seorang pegawai, organisasi/ perusahaan mengharapkan (expectation) agar pegawai tersebut melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Seorang pegawai mendapat tugas tertentu yang tercermin dalam uraian tugasnya. Ia harus menyelesaikan tugasnya dengan cara tertentu, berperilaku sesuai dengan kode etik, dan mengikuti prosedur tertentu agar mampu menciptakan kinerja sesuai dengan standar kinerja yang disusun oleh organisasi. Untuk mengukur kinerja yang diharapkan oleh organisasi, disusunlah instrumen evaluasi kinerja Behavior Expectation Scale (BES) atau skala perilaku yang diharapkan yang setiap anchornya dimulai dengan kata “dapat diharapkan”atau “could be expected”.

11. Management By Objectives (MBO)
Pemakaian konsep MBO dalam evaluasi kinerja dikemukakan pertama kali oleh Douglas Mc Gregor tahun 1957. Dalam artikelnya, ia mengkritik evaluasi kinerja tradisional yang pada masa itu berfokus pada kepribadian dan sifat-sifat pribadi karyawan. Ia menyarankan mengubah sistem tersebut dan menggunakan konsep MBO. Karyawan mempunyai kewajiban menyusun konsep tujuan jangka pendek dan kemudian menelaahnya dengan manajer. Jika diterima manajernya, tujuan tersebut menjadi tolok ukur penilaian kinerja karyawan. Setiap perusahaan mempunyai objective, yaitu tujuan atau sasaran yang akan dicapai dalam tahun mendatang sebagai penjabaran dan tujuan dalam rencana strategis perusahaan. Penilaian kinerja model MBO dapat dilaksanakan pada pekerjaan yang keluarannya dapat diukur secara kuantitatif. Misalnya untuk mengukur kinerja karyawan bagian produksi, kinerjanya dapat dihitung atau di unit pelayanan pelanggan. Model MBO sulit dilakukan untuk pegawai yang pengukuran kinerjanya rumit karena terdiri atas hasil kerja, perilaku kerja dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Misalnya, kinerja para guru dan dosen.

12. 360 Degree Performance Appraisal Model
Dalam model ini, penilaian kinerja yang digunakan adalah sistem evaluasi esai, MBO, BARS, Checklist dan sebagainya. Hal yang membedakan model evaluasi kinerja 360 derajat dengan sistem tersebut adalah penilainya lebih dari satu atau penilai multipel. Penilainya dapat terdiri dari atasan langsung, bawahan, teman sekerja, pelanggan, nasabah, klien, dan diri sendiri. Formulir penilaian yang didistribusikan kepada para penilai sering berada di tempat berbeda untuk menilai kinerja ternilai. Sejumlah organisasi menggunakan information communication technology, seperti e-mail, untuk mendistribusikan instrumen evaluasi kinerja dan mengolah hasilnya, kemudian menyampaikan hasilnya kepada ternilai. Selanjutnya, hasil penilaian penilai dianalisis untuk mendapatkan nilai rata-rata yang kemudian diberikan kepada ternilai sebagai umpan balik.

13. Model Paired Comparison
Sistem evaluasi kinerja model paired comparison adalah dengan membandingkan kinerja setiap karyawan dengan karyawan lainnya, sepasang demi sepasang. Dasar dari perbandingan adalah kinerja menyeluruh atau nilai akhir dari kinerja karyawan. Jumlah pasangan yang dibandingkan dapat dihitung dengan rumus berikut: N(N-1)/2 dimana N adalah jumlah pegawai yang dibandingkan. Teknik ini dapat dipakai untuk menyeleksi pegawai yang di PHK.

 

4. Faktor-faktor  yang dinilai

Studi yang dilakukan oleh Lazer dan Wikstrom tahun 1977 (dalam Veithzal Rivai, 2006: 324), faktor yang paling umum muncul di beberapa institusi/ perusahaan adalah pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, kecerdasan, pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.

Dari berbagai aspek tersebut, maka faktor-faktor yang dinilai dapat dikelompokkan menjadi :

  1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya, seperti kemampuan menjalankan tugas, dan keahlian.
  2. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, kerjasama, komunikasi, penyesuaian diri.
  3. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individu tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan, seperti tanggung jawab, kreativitas dan inisiatif.

 

 

Konsultan Psikologi

5 Comments

  1. Jadi teringat dlu kerja di salah satu bank swasta sebagai marketing, hampir /3 bulan sekali melakukan pelatihan.
    Artikel ini sangat cocok dibaca oleh bagian HRD

Leave a Reply to HERVANDES Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *