Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perceptio, dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus inderawi (sensory stimuli). 1
Persepsi adalah proses pemahaman atau pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. 2 Istilah Persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap suatu benda ataupun suatu kejadian yang dialami. Persepsi ini didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indra kita (pengindraan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. 3 Persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk kedalam otak. Di dalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam sebuah pemahaman. 4
Bimo Walgito mengatakan persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau disebut proses sensoris. Proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. 5
Menurut William James persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indra kita, serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan ingatan (memori) kita (diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki). 6
Dari beberapa pengertian persepsi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah tindakan penilaian dalam pemikiran seseorang setelah menerima stimulus dari apa yang dirasakan oleh pancaindranya. Stimulus tersebut kemudian berkembang menjadi suatu pemikiran yang akhirnya membuat seseorang memiliki suatu pandangan terkait suatu kasus atau kejadian yang tengah terjadi.
1. Jenis-jenis Persepsi
Persepsi terbagi menjadi dua, yaitu: persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia atau sosial. Persepsi terhadap manusia lebih sulit dan kompleks karena manusia bersifat dinamis. Kedua jenis persepsi ini memiliki perbedaan yaitu: 7
- Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan terhadap manusia melalui lambang-lambang verbal dan nonverbal. Manusia lebih efektif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramalkan.
- Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan, dan sebagainya).
- Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain, objek bersifat statis, sedangkan manusia bersifat Oleh karena itu, persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, lebih cepat daripada persepsi terhadap objek.
Persepsi manusia atau sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dilingkungan kita. Setiap orang memiliki gambaran berbeda-beda mengenai realitas disekelilingnya. Ada beberapa prinsip penting mengenai persepsi sosial, yaitu: 8
- Persepsi berdasarkan pengalaman yaitu persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman dan pembelajaran masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek atau kejadian yang serupa.
- Persepsi bersifat selektif. Setiap manusia sering mendapatkan rangsangan indrawi. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menentukan selektifitas kita atas rangsangan tersebut.
- Persepsi bersifat dugaan. Terjadi karena data yang kita peroleh mengenai objek tidak pernah lengkap sehingga proses persepsi yang bersifat dugaan ini memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun.
- Persepsi bersifat evaluatif. Artinya kebanyakan dari kita mengatakan bahwa apa yang kita persepsikan itu adalah suatu yang nyata akan tetapi, terkadang alat-alat indra dan persepsi kita menipu kita sehingga kita juga ragu seberapa dakat persepsi kita dengan realitas sebenarnya.
- Persepsi bersifat kontekstual. Maksudnya bahwa dari semua pengaruh dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh yang paling kuat. Ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian, konteks rangsangan sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan oleh karenanya juga persepsi kita.
Dari beberapa penjelasan di atas kita dapat melihat bahwa kita terkadang melakukan kekeliruan dalam mempersepsikan lingkungan fisik. Kondisi mempengaruhi kita terhadap suatu benda. Misalnya ketika kita disuruh mencicipi sebuah minuman, mungkin pendapat kita akan berbeda dengan pendapat orang lain karena kita memiliki persepsi yang berbeda-beda. Sedangkan persepsi terhadap manusia yaitu proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian yang kita alami dilingkungan kita, sebab setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap lingkungan sosialnya.
2. Ciri-ciri Umum Persepsi
Agar dihasilkan suatu pengindraan yang bermakna, ada ciri-ciri umum tertentu dalam persepsi, ciri-ciri tersebut yaitu sebagai berikut: 9
- Modalitas: rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indra, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indra (cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
- Dimensi ruang: persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, latar depan latar belakang, dan lain-lain.
- Dimensi waktu: persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua muda, dan lain-lain.
- Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.
- Dunia penuh arti: persepsi adalah dunia penuh arti. Kita cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dalam diri kita.
Dari beberapa ciri-ciri persepsi di atas, kita dapat melihat bahwa alat-alat indra manusia sangat berpengaruh dalam proses pembentukan sebuah persepsi. Alat-alat indra yang dimiliki manusia menyebabkan manusia mampu berpikir, merasakan, dan memiliki persepsi tertentu mengenai dirinya dan dunia disekitarnya. Persepsi di mulai dengan adanya stimulus atau rangsangan dari luar alat indra kita. Dari stimulus tersebut alat indra kita kemudian memprosesnya sehingga kita dapat menentukan atau menafsirkan informasi dari apa yang terjadi.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Dalam proses persepsi, banyak rangsangan yang masuk ke panca indra namun tidak semua rangsangan tersebut memiliki daya tarik yang sama. Menurut Rhenal kasali, persepsi ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:10
a. Latar belakang budaya
Persepsi itu terkait oleh budaya. Bagaimana kita memaknai suatu pesan, objek atau lingkungan bergantung pada sistem nilai yang kita anut. Semakin besar perbedaan budaya antara dua orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap realitas.
b. Pengalaman masa lalu
Audience atau khalayak, umumnya pernah memiliki suatu pengalaman tertentu atas objek yang dibicarakan. Makin intensif hubungan antara objek tersebut dengan audiens, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh audiens. Selama audiens menjalin hubungan dengan objek, ia akan melakukan penilaian. Pada produk-produk tertentu, biasanya pengalaman dan relasi itu tidak hanya di alami oleh satu orang saja, melainkan sekelompok orang sekaligus. Pengalaman masa lalu ini biasanya diperkuat oleh informasi lain, seperti berita dan kejadian yang melanda objek.11
c. Nilai-nilai yang dianut
Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan yang dianut mencakup kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Nilai bersifat normatif, pemberitahu suatu anggota budaya mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang harus diperjuangkan, dan lain sebagainya. Nilai bersumber dari isu filosofis yang lebih besar yang merupakan bagian dari lingkungan budaya, oleh karena itu nilai bersifat stabil dan sulit berubah.12
d. Berita-berita yang berkembang
Berita-berita yang berkembang adalah berita-berita seputar produk baik melalui media massa maupun informasi dari orang lain yang dapat berpengaruh terhadap persepsi seseorang. Berita yang berkembang merupakan salah satu bentuk rangsangan yang menarik perhatian khalayak. Melalui berita yang berkembang di masyarakat dapat mempengaruhi terbentuknya persepsi pada benak khalayak.
Dari berita yang berkembang membuat khalayak mampu memberikan pengaruh baik secara sadar dan tidak sadar, hal ini mampu sampai kepada khalayak melalui beberapa tahapan dan untuk mengetahuinya maka digunakan Teori Stimulus Respons. Teori ini pada dasarnya merupakan reaksi atau efek secara stimulus tertentu dan menjelaskan bagaimana media massa itu mampu mempengaruhi khalayak sehingga sampai terjadi perubahan pada sikapnya. Dengan demikian seseorang dapat menjelaskan suatu prinsip yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu.13
Teori ini menggambarkan proses komunikasi secara sederhana yang hanya melibatkan dua komponen media massa. Pengirim pesan, yaitu media penyiaran yang mengeluarkan stimulus, dan khalayak media massa sebagai penerima yang menanggapinya dengan menunjukkan respon sehingga dinamakan teori stimulus respons.14
4. Aspek-aspek Persepsi
Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut ada tiga yaitu: 15
a. Komponen Kognitif
Komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek sikap tersebut.
b. Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
c. Komponen Konatif
Merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikapnya.
Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu objek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan objek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu objek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang dan bahkan membinasakan objek itu.16
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa dari suatu kejadian yang terjadi akan sangat mempengaruhi yang namanya persepsi, yang kemudian akan mempengaruhi seseorang dalam bersikap dan berperilaku terhadap sesuatu yang ada dilingkungannya.
Referensi:
1 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 50.
2 Sumanto, Psikologi Umum, (Yogyakarta: CAPS, 2014), h. 52.
3Abdul Rahman Saleh, Psikologi: Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 110.
4 Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 86.
5 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h. 88.
6 Sumanto, Op. Cit., h. 53.
7 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT Rosda Karya Offset, 2015), h. 184.
8 Ibid., h. 191-207.
9 Abdul Rahman Saleh, Op.Cit., h. 111-112.
10 Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan Konsep Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta: Grafiti, 2007), h. 23.
11 Rhenald Kasali, Manajemen Public Relation dan Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta: Grafiti, 2006), h. 21.
12 Deddy Mulyana, Komunikasi Organisasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 198.
13 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: PT Kencana Prenadamedia Group, 2006), Cet. Ke-7, h. 281.
14 Hidajanto Djamal, Dasar-dasar Penyiaran, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 65.
15 Humrah, Persepsi Masyarakat Desa Teluk Payo Terhadap Acara Warta SumSel Di TVRI, Skripsi, (Jurusan Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang: 2017).
16 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cifta, 2009), h. 152.