Pengertian, Aspek dan Tipe Kompetensi

PENGERTIAN, ASPEK DAN TIPE KOMPETENSI

A. Pengertian Kompetensi Menurut Ahli

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakuan suatu pekerjaan atau tugas yang didasari atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai ssesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut. Kompetensi juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas profesional dalam pekerjaan mereka. (Wibowo 2007: 271).

 

Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan. Level kompetensi adalah sebagai berikut: Skill, Knowledge, Social Role, Self Image, Trait dan Motive. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan baik misalnya seorang progamer Komputer. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang khusus (tertentu), misalnya bahasa komputer. Social role adalah sikap dan nilainilai yang dimiliki seseorang dan ditonjolkan dalam masyarakat (ekspresi nilainilai diri), misalnya : pemimpin. Self image adalah pandangan seseorang terhadap diri sendiri, merekflesikan identitas, contoh : melihat diri sendiri sebagai seorang ahli. Trait adalah karakteristik abadi dari seorang yang membuat orang untuk berperilaku, misalnya : percaya diri sendiri. Motive adalah sesuatu dorongan seseorang secara konsisten berperilaku, sebab perilaku seperti hal tersebut sebagai sumber kenyamanan. Kompetensi Skill dan Knowledge cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan (atas) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia. Social role dan self image cenderung sedikit visibel dan dapat dikontrol perilaku dari luar. Sedangkan trait dan motive letaknya lebih dalam pada titik sentral kepribadian. Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait berada pada kepribadian seseorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri dan social role terletak diantara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit.

 

Spencer dan Spencer (dalam Moeheriono, 2009:3) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu. Berdasarkan dari definisi ini, maka beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:

  1. Karakteristik dasar (underlying characteristic), kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.
  2. Hubungan kausal (causally related), berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebagai akibat).
  3. Kriteria (criterian referenced), yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar.

 

Kompetensi berdasarkan penjelasan tersebut merupakan sebuah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode tertentu. Dari karakteristik dasar tersebut tampak tujuan penentuan tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata-rata.

 

B. Aspek-aspek yang Terkandung pada Konsep Kompetensi

 

Beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi adalah sebagai berikut (Gordon dalam Sutrisno, 2009: 204):

  1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada di perusahaan.
  2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya, seorang karyawan dalam melaksanakan pembelajaran harus mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi kerja secara efektif dan efisien.
  3. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya, standar perilaku para karyawan dalam melaksanakan tugas (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).
  4. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan.
  5. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji.
  6. Minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya melakukan suatu aktivitas kerja.

 

C. Tipe Kompetensi

Tipe kompetensi yang berbeda dikaitkan dengan aspek perilaku manusi dan dengan kemampuannya mendemonstrasikan kemampuan perilau tersebut. Ada beberapa tipe kompetensi yang dapat dijelaskan sebagai berikut (Wibowo, 2007: 276):

  1. Planning competency, dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti menetapkan tujuan, nilai risiko dan mengembangkan urutan tindakan untuk mencapai tujuan.
  2. Influence competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai dampak pada orang lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau membuat keputusan tertentu, dan memberi inspirasi untuk bekerja menuju tujuan organisasional. Kedua tipe kompetensi ini melibatkan aspek yang berbeda dari perilaku manusia. Kompetensi secara tradisional dikaitkan dengan kinerja yang sukses.
  3. Communication competency, dalam bentuk kemampuan berbicara, mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal.
  4. Interpersonal competency, meliputi empati, membangun consensus, networking, persuasi, negosiasi, diplomasi, manajemen konflik, menghargai orang lain, dan menjadi team layer.
  5. Thiking competency, berkenaan dengan berpikir strategis, berpikir analitis, berkomitmen terhadap tindakan, memerlukan kemampuan kogitif, mengidentifkasi mata rantai dan membangkitkan gagasan kreatif.
  6. Organizational competency, meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan, mengorganisasi sumber daya, mendapatkan pekerjaan dilakukan, mengukur kemajuan, dan mengambil risiko yang diperhitungkan.
  7. Human resources management competency, merupakan kemampuan dalam bidang team building, mendorong partisipasi, mengembangkan bakat, mengusahakan umpan balik kinerja, dan menghargai keberagaman.
  8. Leadership competency, merupakan kompetensi meliputi kecakapan memosisikan diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi, orientasi strategis, membangun visi, merencanakan masa depan, menguasai perubahan dan melopori kesehatan tempat kerja.
  9. Self management competency, kompetensi berkaitan dengan manjadi motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran sendiri, mendemonstrasikan fleksibelitas, dan berinisiatif.

 

D. Kategori Kompetensi

(Zwell dalam Wibowo, 2007:276) memberikan lima kategori kompetensi, yang terdiri dari:

  1. Task achievement merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievement ditunjukkan oleh: orientasi pada hasil, mengelola kinerja, memengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli pada kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.
  2. Relationship merupakan kategori kompetansi yang berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan keutuhannya. Kompetansi yang berhubungan dengan relationship meliputi kerja sama, orientasi pada pelayanan, kepedulian antarpribasi, kecerdasan organisaional, membangun hubungan, penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensivitas lintas budaya.
  3. Personal attribute merupakan kompetensi intirinsik individu dan menghubungkan bagaimana orang berpikir, merasa, belajar, dan berkembang. Personal attribute merupakan kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran, pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan, manajemen, berpikir analitis, dan beripikir konseptual.
  4. Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan dan mengembangkan orang. Kompetensi manajerial berupa: memotivasi, memberdayakan, dan mengembangkan orang lain.
  5. Leadership merupakan kompetensi yang berhubngan dengan memimpin organsisasi dan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan organisasi. Kompetensi berkenaan dengan leadership meliputi kepemimpinan visioner, berpikir strategis, orientasi kewirausahaan, manajemen perubahan, membangun komitmen organisasional. Membangun fokus dan maksud, dasar-dasar, dan nilai-nilai.

 

E. Dimensi Kompetensi Individu

Ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu (Moeheriono, 2009:15) yaitu sebagai berikut:

  1. Keterampilan menjalankan tugas (T ask-skills), yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin sesuai dengan standar di tempat kerja.
  2. Keterampilan mengelola tugas (Task management skills), yaitu keterampilan untuk mengelola serangkaian tugas yang berbeda yang muncul dipekerjaannya.
  3. Keterampilan mengambil tindakan (Contingency management skills), yaitu keterampilan mengambil tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu masalah di dalam pekerjaan.
  4. Keterampilan bekerja sama (Job role environment skills), yaitu keterampilan untuk bekerja sama serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja.
  5. Keterampilan beradaptasi (Transfer skill), yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru.

Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi ramping. mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal.

 

F. Manfaat Penggunaan Kompetensi

Saat ini konsep kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen sumber daya manusia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang pelatihan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, dan sistem remunerasi. Ruky 2003 (dalam Sutrisno 2009:208), mengemukakan konsep kompetensi menjadi semakin populer dan sudah banyak digunakan oleh perusahaanperushaaan besar dengan berbagai alasan, yaitu:

  1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, model kompetesi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam mengurangi pengambilan kepututsan secara subjektif dalam bidang SDM.
  2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan terbaik. Dengan kejelasan terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat mengarahkan pada sasaran yag selektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak diperlukan. Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap fungsi jabatan serta memfokuskan wawancara seleksi pada perilaku yang dicari.
  3. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi “ramping” mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesejangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertical maupun horizontal.
  4. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah ini.
  5. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi. Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk mengomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi focus dalam unjuk kerja karyawan.

 

G. Level Kompetensi

Penyusunan level uraian kompetensi berdasarkan lima tingkatan gradasi. Hal tersebut merujuk pada lima tingkatan assessment pada level kompetensi yang dituliskan Palan (2007:86) dalam Fuad dan Ahmad (2009:110-111), yakni sebagai berikut:

  1. Tingkat Satu – Novice (orang baru)

Tingkat satu adalah tingkat orang baru. Orang itu dapat melakukan pekerjaannya, tetapi tidak bisa memenuhi standar. Dia memerlukan supervisi ketat. Level ini menunjukan bahwa orang tersebut memerlukan bantuan sepenuhnya untuk melakukan pekerjaannya.

  1. Tingkat Dua-Learner (Pembelajar)

Tingkat dua adalah tingkat pemula. Pemula adalah seseorang yang mampu melaksanakan tugasnya., meskipun belum secara konsisten memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dia sebenarnya masih membutuhkan supervisi yang banyak sekali. Level ini menunjukkan bahwa orang tersebut membutuhkan banyak bantuan untuk melakukan pekerjaannya.

  1. Tingkat Tiga-Proficient (Mampu)

Tingkat tiga adalah tingkat mampu. Seseorang di tingkat ini telah mempunyai pengalaman kerja. Dia sudah mampu melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar yang dituntut secara konsisten. Dia kadang-kadang memerlukan supervisi. Tingkat ini mampu ini mengindikasikan bahwa orang tersebut dapat melakukan pekerjaan tanpa bantuan.

  1. Tingkat Empat – Profesional

Tingkat empat adalah tingkat professional. Seseorang di tingkat ini telah berpengalaman, dapat melakukan pekerjaannya dan memenuhi persyaratan secara konsisten tanpa supervisi.

  1. Tingkat Lima-Expert (Ahli)

Tingkat lima adalah tingkat ahli. Seseorang di tingkat ini diakui sebagai ahli atas kemampuannya. Dia mampu melakukan pekerjaan dengan standar yang tinggi secara independen dan seseorang yang dapat membimbing orang lain.

 

H. Kesenjangan Kompetensi

Seringkali kinerja yang dimiliki karyawan tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan. Kondisi ini memungkinkan munculnya kesenjangan kinerja di perusahaan. Dengan dilakukannya suatu proses penilaian kesenjangan kinerja di dalam suatu perusahaan, maka dapat diketahui keadaan kinerja yang dibutuhkan dan kinerja yang sekarang tersedia (Setiarso, 2012:28).

Mengacu pada arti kesenjangan itu sendiri, kesenjangan kompetensi dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian antara kompetensi yang diharapkan dengan kompetensi yang ada saat ini. Setiap perusahaan memiliki standar kompetensi yang diterapkan kepada setiap karyawannya, namun standar kompetensi tersebut belum mampu dipenuhi oleh setiap karyawan dalam perusahaannnya, dari kondisi tersebut maka akan timbul gap (kesenjangan). Dengan melihat kompetensi yang telah dimiliki atau belum dimiliki saat ini, perusahaan akan dapat menentukan langkah yang harus diambil agar kompetensi yang belum dimiliki oleh setiap karyawannya dapat diperbaiki sedangkan kompetensi yang telah dimiliki dapat ditingkatkan atau dipertahankan oleh karena itu kesenjangan kompetensi sangat penting untuk diketahui atau dianalisis.

Analisa gap terdiri dari tiga komponen faktor utama yaitu:

  1. Daftar karakteristik (seperti atribut, kompetensi, tingkat kinerja) dari situasi sekarang (apa yang saat ini)
  2. Daftar apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan masa depan (apa yang harus)
  3. Daftar kesenjangan apa yang ada dan perlu diisi.

Analisis kesenjangan akan memicu organisasi atau perusahaan untuk merenung status dan kemampuan apa yang saat ini dimiliki oleh organisasi dan bertanya ingin berada dimana di masa depan. Jadi dengan lain kata analisa gap adalah studi yang dibuat untuk mengidentifikasi apakah sistem saat ini telah memenuhi kebutuhan.

Analisa gap mengidentifikasikan gap (kesenjangan) antara bagaimana operasi bisnis diperlukan untuk melawan apa yang dinginkan tetapi belum atau tidak bisa penuhi. Dengan sendirinya alternatif-alternatif akan dikembangkan pada saat gap fungsi ditemukan. Gap diubah sesuai dengan proses bisnis, laporan yang diinginkan atau penyesuaian perangkat yang digunakan. Sasaran awal dari analisa gap adalah mengumpulkan requirement dari perusahaan, menentukan penyesuaian (customization) yang diperlukan, memastikan sistem yang baru memenuhi kebutuhan proses bisnis perusahaan, memastikan bahwa proses bisnis akan menjadi best practice, dan mengidentifikasikan permasalahan yang membutuhkan perubahan kebijakan perusahaan.

 

I. Importance Performance Analysis (IPA)

Analisis Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan seseorang atas kinerja pihak lain. Kepuasam seseorang tersebut diukur dengan cara membandingkan tingkat harapannya dengan kinerja yang dilakukan pihak lain (Supranto 2011:29).

Analisis kepentingan dan kinerja (IPA) digunakan agar memberikan analisis visual tentang tingkat kepuasan konsumen. Dari pandangan perusahaan tentang kepuasan komsumen tersebut dapat dijadikan sebagai ilustrasi yang terus terang tentang dimensi kinerja, dimana perusahaan akan mengganggap penting kepuasan konsumen. Setelah itu menggunakan diagram kartesius IPA untuk menentukan strategi peningkatan tingkat pelayanan perusahaan. Keadaan-keadaan tersebut yaitu :

  1. Kuadran I (Concentrate Here)

Kuadran ini memuat atribut yang dianggap penting oleh konsumen tapi kinerja atribut tersebut kurang dari apa yang diharapkan. Atribut yang termasuk di kuadran ini harus ditingkatkan.

  1. Kuadran II (Keep Up Good Work)

Kuadran ini membuat atribut yang dianggap penting oleh konsumen dan pelaksanaannya dianggap sudah sesuai harapan. Atribut di kuadran ini harus dipertahankan.

  1. Kuadran III (Low Priority)

Kuadran ini memuat atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan kinerja atribut tersebut kurang dari apa yang diharapkan. Peningkatan atribut yang masuk ke kuadran ini perlu dipertimbangkan karena tidak terlalu berpengaruh terhadap konsumen.

  1. Kuadran IV (Possible Overkill)

Kuadran ini memuat atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen sedangkan kinerja perusahaan pada atribut ini terlalu tinggi sehingga dianggap berlebihan. Harus dilakukan efisiensi pada atribut di kuadran ini sehingga bisa menghemat biaya. Diagram kartesius dalam IPA ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

 

 

IMPORTANCE

Kuadran I

Concentrate Here

High Importance

Low Performance

Kuandran II

Keep Up Good Work

High Importance

High Performance

Kuadran III

Low Priority

Low Importance

Low Performance

Kuadran IV

Possible Overkill

Low Importance

High Performance

PERFORMANCE

Diagram Importance / Performance Matrix (Supranto 2011 : 29)

 

 

Konsultan Psikologi

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *