Big Five adalah taksonomi kepribadian yang disusun berdasarkan pendekatan lexical, yaitu mengelompokkan kata-kata atau bahasa yang digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, untuk menggambarkan ciri-ciri individu yang membedakannya dengan individu lain. Allport dan Odbert (dalam John, et al., 2008) berhasil mengumpulkan 18.000 istilah yang digu- nakan untuk membedakan perilaku seseorang dengan lainnya. Daftar ini menginspirasi Cattell menyusun model multidimensional dari kepribadian (John, 1990). Dari 18.000 ciri sifat ini, Cattell mengelompokkannya kedalam 4.500 ciri sifat, kemudian melakukan analisis faktor sehingga diperoleh 12 faktor.
Karya besar Cattell ini merupakan pemicu bagi peneliti-peneliti kepribadian lainnya, baik untuk meneliti maupun menganalisis ulang data dari kalangan yang bervariasi. Data ini mulai dari anak- anak hingga dewasa. Khusus subjek dewasa, latar belakang pekerjaan mereka antara lain adalah supervisor, guru, dan klinisi yang berpengalaman. Dari sinilah diperoleh lima faktor yang sangat menonjol, yang kemudian diberi nama oleh Goldberg dengan Big Five (Goldberg, 1981; Tupes & Christal, 1992).
Pemilihan nama Big Five ini bukan berarti kepribadian itu hanya ada lima melainkan pengelompokkan dari ribuan ciri ke dalam lima himpunan besar yang berikutnya disebut dimensi kepribadian. Goldberg (1981; 1992) mengemukakan bahwa kelima dimensi itu adalah:
- Extraversion, ditandai oleh adanya semangat dan keantusiasan. Individu ekstraver bersemangat di dalam membangun hubungan dengan orang lain. Mereka tidak pernah sungkan berkenalan dan secara aktif mencari teman Keantusiasan mereka ini tercermin di dalam pancaran emosi positif. Mereka tegas dan asertif dalam bersikap. Bila tak setuju, mereka akan menyatakan tidak sehingga mereka mampu menjadi pimpinan sebuah organisasi.
- Agreeableness, mempunyai ciri- ciri ketulusan dalam berbagi, kehalusan perasaan, fokus pada hal-hal positif pada orang Di dalam kehidupan sehari- hari mereka tampil sebagai individu yang baik hati, dapat kerjasama, dan dapat dipercaya. Untuk selanjutnya, dimensi ini disebut bergantian dengan kemufakatan.
- Conscientiousness, dengan kata lain sungguh-sungguh dalam melakukan tugas, bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan menyukai keteraturan dan Di dalam kehidupan sehari- hari mereka tampil sebagai seorang yang hadir tepat waktu, berprestasi, teliti, dan suka melakukan pekerjaan tingga tuntas.
- Neuroticism sebagai lawan dari Emotional stability. Neuroticism sering disebut juga dengan ’sifat pencemas’ sedangkan emotional stability disebut dengan kestabilan emosi. Sifat neuroticism ini identik dengan kehadiran emosi negatif seperti rasa khawatir, tegang, dan Seseorang yang dominan sifat pencemasnya mudah gugup dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut orang kebanyakan hanya sepele. Mereka mudah menjadi marah bila berhadapan dengan situasi yang tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Secara umum, mereka kurang mempunyai toleransi terhadap kekecewaan dan konflik.
- Openness atau openness to experience, untuk selanjutnya disebut secara bergantian dengan ’keterbukaan’. Dimensi ini erat kaitannya dengan keterbukaan wawasan dan orisinalitas ide. Mereka yang terbuka siap menerima berbagai stimulus yang ada dengan sudut pandang yang terbuka karena wawasan mereka tidak hanya luas namun juga Mereka senang dengan berbagai informasi baru, suka belajar sesuatu yang baru, dan pandai menciptakan aktivitas yang di luar kebiasaan.
Perkembangan taksonomi kepribadian Big Five semakin pesat setelah penelitian yang dilakukan terus menerus di berbagai negara. Beberapa alat ukur telah dikembangkan, antara lain Big Five Inventory (selanjutnya disebut BFI) terdiri dari 44 aitem yang dikembangkan oleh John (1990), IPIP yang terdiri dari 100 aitem maupun versi singkat 50 item yang dikembangkan oleh Goldberg (1992), NEO PI-R/FFI (Costa & McCrae, 1995).
Di Indonesia, alat ukur berbasis taksonomi Big Five ini sudah diterjemahkan oleh beberapa peneliti. Website http://ipip.ori.org/newAitemTranslations.htm (diakses 9 Januari 2008) mencantumkan nama Adriaan H. Boon van Ostade dari Radboud University in Nijmegen, the Netherlands bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran menerjemahkan IPIP versi 100 item dan Ruth Dwi Wiedyanti dari Universitas Indonesia menerjemahkan IPIP versi 300 item. Alat ukur Big Five juga digunakan untuk mengungkap performansi kerja (Suhartanto, 2003), komitmen organisasional (Haryati, 2006), keberhasilan kewirausahaan (Haryanto, 2007), perilaku konsumen (Harahap, 2008), dan kepuasan konsumen (Priyudha, 2009). Penelitian lain dilakukan untuk membandingkan alat ukur Big Five dengan kecerdasan emosi (Margono, 2008), kemudian Mastuti (2005) mengungkap faktor- faktor alat ukur Big Five versi 300 item sedangkan Atmoko (2011) menguji konfirmatori faktor-faktor BFI.
Banyaknya jumlah item pada tes Big Five menjadi salah satu kekurangan alat tes ini, termasuk salah satunya dalam prosedur skoring dan interpretasi yang dilakukan oleh tester. Namun sekarang hal ini bukan menjadi sebuah hambatan lagi bagi Anda jika memiliki Software Big Five ini.
Program Software Big Five Tes ini akan memudahkan prosedur Anda dalam melakukan administrasi maupun skoring hasil jawaban testee. Tester cukup menginputkan jawaban testee ke dalam Software Big Five.
Maka setelah tester memasukkan jawaban testee ke dalam software, maka hasil interpretasi akan keluar secara otomatis.
Cara pemesanan