Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Alfret Binet (1857- 1911) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.181 Inteligensi telah dianggap sebagai suatu norma yang menentukan perkembangan dan kemampuan dalam mencapai hasil belajar anak secara optimal.182 Faktor inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, biasanya anak yang memiliki inteligensi yang tinggi dia akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan. Sebaliknya, siswa yang memiliki inteligensi yang rendah biasanya memiliki prestasi belajar yang rendah.
Namun bukan suatu hal yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya. Berbagai macam tes telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat inteligensi seseorang. Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang harus kita perhatikan supaya inteligensi yang kita miliki bisa meningkat atau berubah.
A. INTELEGENSI
1. Pengertian Intelegensi
Inteligensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia”.183 Tokoh yang dianggap paling berjasa dalam mengembangkan tes inteligensi ini adalah seorang dokter dan psikolog asal Prancis, yaitu Alfret Binet (1857-1911).184
Terman menyatakan sebagai kemampuan untuk melakukan berpikir tentang hal-hal yang abstrak.185 Thorndike mendefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan respons yang baik dan diaplikasikan dengan kecakapan untuk berhubungan secara efektif dengan hal-hal yang baru.186 Wechsler (1986), definisinya mengenai inteligensi mula-mula sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.187
William Stern (1871-1938) seorang psikolog Jerman mengemukakan batasan sebagai berikut: inteligensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya.188
William Stern berpendapat bahwa inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang. Oleh karena itu, ia terus menyempurnakan tes inteligensi yang dilakukan Binet hingga muncul sebuah istilah yang terus berkembang sampai kini, yaitu Intelligence Quotient (IQ).189
Dari pengertian yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa:
- Inteligensi itu ialah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru atau situasi-situasi yang sangat beragam.
- Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan.
- Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakan konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan konsep-konsep.190
2. Ciri-Ciri Inteligensi
Menurut beberapa pakar seperti; Edward L. Thorndhike, menyebutkan ada tiga ciri dari perbuatan yang cerdas, yaitu: mendalam (altitude), meluas (breadth) dan cepat (speed).
Carl witherington, mengemukakan enam ciri dari perbuatan yang cerdas:
- Memiliki kemampuan yang cepat dalam bekerja dengan bilangan (facility in the use of numbers).
- Efisien dalam berbahasa (language efficiency).
- Kemampuan mengamati dan menarik kesimpulan dari hasil pengamatan yang cukup tepat (speed of perception).
- Kemampuan mengingat yang cukup tepat dan tahan lama (facility in memorizing).
- Cepat dalam memahami hubungan (facility in relationship).
- Memiliki daya khayal atau imajinasi yang cukup tinggi (imagination).191
Secara umum ciri-ciri intelejensi dapat disimpulkan sebagai berikut:
- To judge well (dapat menilai).
- To comprehend well (memahami secara menyeluruh), inteligensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional (inteligensi dapat diamati secara langsung).
- To reason well (memberi alasan dengan baik). Inteligensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
a. Pengaruh faktor bawaan
Penelitian tahun 1920-an menyatakan bahwa seorang anak yang berinteligensi tinggi merupakan turunan dari orang tuanya yang berinteligensi tinggi, juga sebaliknya anak yang lambat belajarnya karena memiliki orang tua yang berinteligensi di bawah rata-rata. Francis Galton (1822-1911) berpendapat inteligensi yang dimiliki seorang anak tidak sama dengan inteligensi yang dimiliki orang tuanya. Inteligensi anak-anak cenderung mengarah ke arah rata-rata, jika orang tuanya memiliki IQ 135 mereka cenderung memiliki IQ lebih rendah sekitar 100-135. Jika IQ orang tuanya 64, IQ mereka cenderung lebih tinggi sekitar 64-100.192 Salah satu penegasan tentang inteligensi menyebutkan bahwa inteligensi sebagai kemauan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.193 Karena inteligensi merupakan faktor bawaan, maka sejak dini harus dibentuk dengan cara memberikan asupan yang baik.
b. Pengaruh faktor lingkungan
Salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting bagi perkembangan anak ialah gizi yang dikonsumsi dan rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, serta stimulant dari orang tua (khususnya pada masa-masa sebelum dan sesudah kelahiran).194
Gerber dan Ware menyimpulkan bahwa semakin tinggi kualitas lingkungan rumah, cenderung semakin tinggi inteligensi yang dimiliki anak. Tiga hal yang mempengaruhi perkembangan inteligensi anak dari lingkungan keluarga; (1) Frekwensi jam membaca, (2) Reward dari orang tua, (3) Hope dan Spirit orang tua akan prestasi anaknya.195
c. Pengaruh faktor minat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
d. Pengaruh faktor kebebasan
Kebebasan berarti yang berarti bahwa setiap individu dapat memilih metodemetode tertentu dalam memecahkan masalah mereka. 196 Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan inteligensi seseorang.
B. PENGUKURAN TARAF KECERDASAN
Salah satu uji kecerdasan yang diterima luas ialah berdasarkan pada uji psikometrik atau IQ. Pengukuran kecerdasan dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan yang ada pada diri seseorang. Tes inteligensi dapat diklasifikasi menjadi:197
1. Tes inteligensi individu
a. Stanford-Binnet intelligence scale. Wechsler Bellevue membuat tes inteligensi pada tahun 1939, yang terbagi menjadi beberapa turunan alat uji seperti :
- Wechsler Bellevue Intelegence Scale (WBIS) untuk dewasa.
- Wechsler Intelegence Scale For Children (WISC) untuk anak usia sekolah.
- Wechsler Adult Intelegence Scale (WAIS) untuk dewasa versi lebih baru.
- Wechsler Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI) untuk anak pra sekolah.198
- Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI), tes yang khusus ada di Indonesia merupakan adaptasi dari WISC.
2. Tes inteligensi kelompok
- Progressive Matrices, diciptakan oleh L.S. Penrose dan J.C. Lave tahun 1938 dari Inggris.
- Pintner Cunningham Prymary Test.
- The California Test of Mental Makurity.
- The Henmon – Nelson Test Mental Ability.
- Otis – Lennon Mental Ability Test.
3. Bahasa atau verbal
- Army Alpha, diberikan khusus untuk calon tentara yang pandai membaca.
- Army Beta, diberikan untuk calon tentara yang tidak pandai membaca.
4. Mudah atau lebih sukar, disesuaikan dengan umur atau tingkat sekolah
- Binet-Simon, pertama sekali diciptakan oleh Alfred Binet dan Theodore Simon tahun 1908 di Prancis.
C. TEORI INTELIGENSI
Ada dua teori yang terkenal dan saling bertentangan, keduanya dikenal dengan teori lumpers (gumpalan) oleh Charles Spearman (1863-1945) dan splitters (pecahan) oleh Louis Thurstone (1887-1955) / Howard Gadner (1983). Spearman berpendapat bahwa inteligensi adalah kemampuan kemampuan umum untuk berpikir dan mempertimbangkan. Sementara Thurstone melihat kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang terpisah. Thurstone meyakini bahwa kemampuan seperti numerik, ingatan, dan kefasihan berbicara, secara bersama-sama akan membentuk perilaku pandai. Bahkan Gadner lebih tegas mengatakan bahwa kecerdasan terbentuk dari 120 faktor yang berbeda-beda. Lalu muncul Robert J. Sternberg (1988) dengan teorinya Triarchic Theory of Intelligence, yang merupakan perluasan dari pendekatan psikomotorik.199
- Teori lumpers (gumpalan) oleh Charles Spearman (1863-1945). Menurut Spearman, inteligensi ialah suatu kemampuan umum yang merupakan satu kesatuan. Ia berpendapat, orang yang cerdas mempunyai banyak sekali faktor umum, dan faktor umum ini merupakan dasar dari semua perilaku cerdas manusia.
- Teori splitters (pecahan) oleh Louis Thurstone (1887-1955). Sedang Thurstone lebih menekankan pada aspek yang terbagi-bagi dari inteligensi yang terdiri dari 7 kemampuan primer; (1) Pemahaman verbal (verbal comprehension), (2) Kemampuan bilangan (numerical ability), (3) Kefasihan menggunakan kata-kata (word fluency), (4) Kemampuan ruang (spatial visualization), (5) Kemampuan mengingat (associative memory), (6) Kemampuan menalar (reasoning) (7) Kecepatan pengamatan (perceptual speed).200
Kemampuan Mental Primer Thurstone
Inteligensi |
Kemampuan |
Verbal Comprehension |
Kemampuan memahami makna kata
|
Word Fluency |
Kemampuan memikirkan kata secara tepat, seperti memikirkan kata-kata yang bersajak. |
Number ability |
Kemampuan bekerja dengan angka atau bilangan, dan melakukan perhitungan. |
Space |
Kemampuan memvisualisasikan hubungan bentuk ruang. |
Memory |
Kemampuan mengingat stimulus verbal. |
Perceptual Speed |
Kemampuan menangkap rincian visual secara cepat serta melihat persamaan dan perbedaan di antara objek yang bergambar. |
Reasoning |
Kemampuan menemukan aturan umum berdasarkan contoh yang disajikan. |
c. Teori Multiple Intelligence oleh Howard Gadner (1983).
Gadner berpendapat, bahwasannya setiap orang memiliki jenis-jenis inteligensi yang berbeda. Dengan aspek-aspeknya yang meliputi: Logical-mathematical, linguistic, Musical, Spatial, Bodily-kinesthetic, Interpersonal, Intra personal.
Aspek Inteligensi Gadner
Inteligensi |
Kemampuan |
Logical-mathematical |
Kepekaan dan kemampuan mengamati pola-pola logis dan bilangan, serta kemampuan berfikir logis. |
Linguistic |
Kepekaan terhadap suara, ritme, kata-kata dan keragaman fungsi-fungsi bahasa. |
Musical |
Kemampuan menghasilkan dan mengekspresikan ritme, nada, dan bentuk-bentuk ekspresi musik. |
Spatial |
Kemampuan mempersepsi dunia ruang-visualsecara akurat dan melakukan transformasi persepsi tersebut. |
Bodily-kinesthetic |
Kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan menangani objek-objek secara terampil. |
Interpersonal |
Kemampuan mengamati dan merespon suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain. |
Intra personal |
Kemampuan memahami perasaan, kekuatan, dan kelemahan inteligensi sendiri. |
- Kecerdasan Matematis-Logis (logical-mathematical intelligence), cirinya antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki, berprestasi dalam Matematika dan IPA.
- Kecerdasan Linguistik-Verbal (verbal linguistic intelligence), umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca, menulis dan berkomunikasi).
- Kecerdasan music (Musical intelligence) memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran music.
- Kecerdasan ruang visual (visual spatial intelligence) dicirikan antara lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e) sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni.
- Kecerdasan Kinestetik atau gerakan fisik (kinesthetic intelligence), memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.
- Kecerdasan hubungan social (Interpersonal intelligence) memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka bersosialisasi di sekolah atau dilingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial.
- Kecerdasan kerohanian (Intrapersonal intelligence) memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c) memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
- Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, (e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f) berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.201
Keunikan yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan.
d. Teori Triarchic Theory of Intelligence oleh Robert J. Sternberg (1988). Sternberg menyatakan, bahwasannya inteligensi memiliki tiga bagian: analytical/compenential, creative/experiential, practical/contextual. 202
Aspek Intelektual Sternberg
Inteligensi |
Kemampuan |
Compenential |
Pengkodean dan penggambaran informasi, dan perencanaan pelaksanaan solusi atas permasalahan-permasalahan. |
Experiential |
Mampu memadukan masalah-masalah baru dan masalahmasalah lama dengan cara-cara baru, mampu memecahkan masalah secara otomatis. |
Contextual |
Mampu menyesuaikan, mengubah dan memilih lingkungan belajar untuk dijadikan sebagai sarana dalam pemecahan masalah. |
D. PENUTUP
Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang yang memiliki tingkat intelejensi tinggi akan memiliki kriteria sebagai berikut:
- Terarah kepada tujuan (purposeful behavior). Perilaku intelijen selalu mempunyai tujuan dan diarahkan kepada pencapaian tujuan tersebut, tidak ada perilaku yang sia-sia.
- Tingkah laku terkoordinasi (organized behavior). Seluruh aktifitas tidak ada yang tidak direncanakan atau tidak terkendali.
- Sikap jasmaniah yang baik (physical well toned behavior). Perilaku cerdas didukung oleh sikap jasmaniah yang baik.
- Memiliki daya adaptasi yang tinggi (adaptable behavior)
- Berorientasi kepada sukses (success oriented behavior)
- Mempunyai motivasi yang tinggi (clearly motivated behavior)
- Dilakukan dengan cepat (rapid behavior)
- Menyangkut kegiatan yang luas (broad behaviour)
181 W. S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1983),
529.
182 Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 163
183 Sutisna Senjaya, ”Pengertian Inteligensi”, dalam http://sutisna.com/psikologi/intelegensi/pengertian-intelegensi/ (7 Desember 2009).
184 Desmita, Psikologi Perkembangan, 164.
185 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), 88.
186 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, hal. 88.
187 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, hal. 89.
188 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan (Surabaya: Aksara Baru, 1985), 66.
189 Desmita, Psikologi Perkembangan, 165.
190 Desmita, Psikologi Perkembangan, 163.
191 Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2005), 93-94.
192 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, 90.
193 Ahmad Mudzakir, Psikologi Pendidikan (Bandung : Pustaka Setia, 1997), 133.
194 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 137-138.
195 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, 137.
196 DRS. M. Ngalim Purwanto, MP. Psikologi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2003), 54- 56.
197Agung Sigit Santoso, “Modul 6 : Kecerdasan dan Intelligensi” dalam http://pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files_modul/31019-6-324123326410.doc (10 Desember 2009).
198 Fadliyanur, ”Intelegensi” dalam http://ayak.blog.plasa.com/2009/04/07/intelegensi/ (13 Nopember 2009).
199 Desmita, Psikologi Perkembangan, 166-168.
200 John W. Santrock, Education Psichology, Second Edition (—), 108.
201 Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2005) Hal 96-97.
202 John W. Santrock, Education Psichology, Second Edition, 108.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, Surabaya: Aksara Baru, 1985
Ahmad Mudzakir, Psikologi Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia, 1997
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008
DRS. M. Ngalim Purwanto, MP. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2003
John W. Santrock, Education Psichology, Second Edition (—), 108.
Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009
Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2005
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008
S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1983